Langsung ke konten utama

Ijtihad (الأجتهاد)

 

Oleh: asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh al-’Utsaimin -Rahimahullah-

Definisinya :

Ijtihad secara bahasa :

بذل الجهد لإدراك أمر شاق

“Mengerahkan kesungguhan untuk memperoleh suatu perkara yang berat.”

Secara istilah :

بذل الجهد لإدراك حكم شرعي

“Mengerahkan kesungguhan untuk mengetahui suatu hukum syar’i.”

Mujtahid :

من بذل جهده لذلك

“Orang yang mengerahkan kesungguhannya untuk hal tersebut.”

Syarat-syarat Ijtihad:

Ijtihad memiliki syarat-syarat, di antaranya :

1. Ia mengetahui dalil-dalil syar’i yang dibutuhkan dalam ijtihadnya, seperti ayat-ayat hukum dan hadits-haditsnya.

2. Ia mengetahui apa-apa yang berhubungan dengan keshohihan hadits dan kedho’ifannya, seperti mengetahui sanad-sanadnya dan para perowinya dan lain-lain.

3. Ia mengetahui nasikh dan mansukh dan tempat-tempat terjadinya ijma’, sehingga ia tidak menghukumi dengan suatu hukum yang sudah mansukh atau menyelisihi ijma’.

4. Ia mengetahui dalil-dalil yang diperselisihkan hukumnya dari pengkhususan, atau taqyid, atau yang semisalnya, sehingga ia tidak menghukumi dengan yang menyelisihi hal tersebut.

5. Ia mengetahui bahasa (‘Arab, pent), dan ushul fiqih yang berhubungan dengan penunjukkan-penunjukkan lafadz, seperti umum, khusus, muthlaq, muqoyyad, mujmal, mubayyan, dan yang semisal itu, sehingga ia menghukumi dengan apa yang menjadi konseskuensi penunjukkan-penunjukkan tersebut.

6. Ia memiliki kemampuan untuk kokoh dalam menggali hukum-hukum (ber-istimbath) dari dalil-dalilnya.

Dan ijtihad terkadang terbagi-bagi, terkadang pada satu bab dari bab-bab ilmu, atau pada satu permasalahan dari masalah-masalahnya.

Yang Harus Dilakukan Seorang Mujtahid:

Seorang mujtahid harus mengerahkan kesungguhannya dalam mencari yang benar, kemudian menghukumi dengan apa yang nampak baginya, jika ia benar maka ia akan mendapat 2 ganjaran; ganjaran atas ijtihadnya dan ganjaran atas mendapatkan yang benar, karena dalam mendapatkan yang benar berarti ia telah menampakkan kebenaran dan mengamalkannya. Dan jika ia salah maka ia mendapat satu ganjaran dan kesalahannya diampuni, berdasarkan sabda Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam :

إذا حكم الحاكم فاجتهد، ثم أصاب فله أجران، وإذا حكم فاجتهد، ثم أخطأ فله أجر

“Jika seorang hakim menghukumi sesuatu dan berijtihad lalu benar, maka ia mendapat dua ganjaran. Dan jika ia menghukumi dan berijtihad lalu salah, maka ia mendapat satu ganjaran.”

Dan jika hukum tersebut belum nampak baginya, maka ia wajib untuk tawaqquf dan boleh baginya untuk bertaqlid ketika itu karena darurat.

***

[Diterjemahkan dari kitab al-Ushul min 'Ilmil Ushul, oleh asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh al-'Utsaimin -Rohimahulloh-]

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Larangan Berpuasa Setahun Penuh

Berpuasa satu tahun penuh, suatu amalan yang dianggap ibadah dan masih saja diamalkan sampai sekarang. berpuasa setahun penuh bahkan lebih dengan tata cara tertentu dan biasanya demi tujuan tertentu. puasa seperti ini bukanlah ajaran dari Islam, karena Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- sendiri melarang puasa setahun penuh, apa lagi lebih dari itu. Dasar pelarangan berpuasa setahun penuh adalah hadist dari Abdullah bin Amr -Rodhiyallahu 'anhu- berkata : أُخْبِرَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنِّي أَقُولُ، وَاللهِ لأَصُومَنَّ النَّهَارَ وَلأَقُومَنَّ اللَّيْلَ مَا عِشْتُ؛ فَقُلْتُ لَهُ: قَدْ قُلْتُهُ، بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي قَالَ: فَإِنَّكَ لاَ تَسْتَطِيع ذلِكَ، فَصُمْ وَأَفْطِرْ، وَقُمْ وَنَمْ، وَصُمْ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ، فَإِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، وَذلِكَ مِثْلُ صِيَامِ الدَّهْرِ قُلْتُ: إِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذلِكَ قَالَ: فَصُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمَيْنِ قُلْتُ: إِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذلِكَ قَالَ: فَصُمْ يَوْمًا وَأَفْ...

Bodoh Dalam Ilmu Agama

Tuntunan zaman dan semakin canggihnya teknologi menuntut generasi muda untuk bisa melek akan hal itu. Sehingga orang tua pun berlomba-lomba bagaimana bisa menjadikan anaknya pintar komputer dan lancar bercuap-cuap ngomong English. Namun sayangnya karena porsi yang berlebih terhadap ilmu dunia sampai-sampai karena mesti anak belajar di tempat les sore hari, kegiatan belajar Al Qur’an pun dilalaikan. Lihatlah tidak sedikit dari generasi muda saat ini yang tidak bisa baca Qur’an, bahkan ada yang sampai buku Iqro’ pun tidak tahu. Merenungkan Ayat Ayat ini yang patut jadi renungan yaitu firman Allah Ta’ala , يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ “ Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai .” (QS. Ar Ruum: 7) Ath Thobari rahimahullah menyebutkan sebuah riwayat dari Ibnu ‘Abbas yang menerangkan mengenai maksud ayat di atas. Yang dimaksud dalam ayat itu...

Tauhid : Hakekat Dan Kedudukannya

Firman Allah Ta'ala: "Aku menciptakan jin dan manusia, tiada lain hanyalah untuk beribadah kepada-Ku." (Adz-Dzariat: 56). Ibadah ialah penghambaan diri kepada Allah Ta'ala dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan inilah hakekat agama Islam, karena Islam maknanya ialah penyerahan diri kepada Allah semata-mata yang disertai dengan kepatuhan mutlak kepada-Nya dengan penuh rasa rendah diri dan cinta. Ibadah berarti juga segala perkataan dan perbuatan, baik lahir maupun batin, yang dicintai dan diridhai oleh Allah. Dan suatu amal diterima oleh Allah sebagai suatu ibadah apabila diniati ikhlas, semata-mata karena Allah dan mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada setiap umat (untuk menyerukan): Beribadahlah kepada Allah (saja) dan jauhilah thaghut." (An-Nahl: 36) Thaghut yai...